Sekarang lagi banyak-banyaknya pengemis di lampu merah terdekat dari sini. Mulai dari gerombolan anak punk, anak kecil, orang tua, dll. Kalau melihat seperti ini jadi teringat dulu ketika kuliah ada mendengar dengan sebutan kampung pengemis, dimana tidak seperti namanya, rumah-rumah disana bisa dikategorikan besar dan ada yang terlihat mewah.
Seperti namanya, yang tinggal disana berprofesi sebagai pengemis, rumah megah dengan pekerjaan sebagai pengemis.
Ironis
Bayangkan seorang guru yang benar-benar mendedikasikan dirinya sepenuhnya untuk mengajar, berusaha sekolah agar bisa kompeten melakukan pekerjaannya selama bertahun-tahun tapi berapa sih gaji guru sekarang (tanpa tunjangan)? Dari pagi sampai sore kerja, terkadang gajipun terlambat masuk rekening.
Sedangkan kalau jadi pengemis, datang ke”kantor” ketika rush hour, biasanya sore hingga malam, tidak perlu membekali diri apa-apa, semakin ga punya bekal malah semakin bagus, uang datang semudah menengadahkan tangan.
Dilain waktu dan lain tempat, saya melihat kakek-kakek yang berjalan kaki berkeliling memikul jualannya yang berupa kerajinan kursi rotan yang sangat banyak dibawah teriknya panas matahari. Dalam sehari belum tentu ada jualannya yang terjual, jangankan memikirkan uang tabungan yang menipis, uang untuk makan hari itu saja belum tentu ada.
Mengapa ada pengemis?
Kebanyakan dari pengemis mengatakan mereka tidak ada keahlian maupun ilmu untuk bekerja. Tapi coba lihat lah kakek penjual kursi rotan yang saya sebutkan sebelumnya. Selama masih ada yang bisa dilakukan dan halal, kenapa tidak dilakukan? Toh yang didapatkan mudah-mudahan bisa menjadi berkah dibandingkan uang dari hasil mengemis.
Jadi kebanyakan mereka menjadi pengemis karena mereka sendiri yang memilih untuk tidak ingin berusaha. Yang penting dapat uang, uang dan uang. Malah ada pengemis yang memaksa, kalau dikasikan uang receh menolak. Sudah tidak ingin berusaha tingkat tinggi ini namanya.
Anak-anak kecil mengemis biasanya dikarenakan disuruh oleh orang tua mereka. Untuk anak-anak ini mereka terpaksa oleh keadaan(orang tua), dimana seharusnya mereka menikmati masa kecilnya ataupun mengumpulkan bekal untuk dewasa tapi mereka menghabiskan masa kecil mereka untuk mengemis.
Pengemis akan semakin banyak karena orang-orang masih memberikan uang kepada para pengemis yang dikarenakan rasa kasihan. Untuk saya, lebih baik kita membantu orang dengan harapan dengan bantuan dari kita orang tersebut bisa berusaha untuk menjadi lebih baik. Manusia kalau berhubungan dengan masalah uang, bisa gelap mata, apapun dilakukan demi mendapatkan uang walaupun yang dilakukannya itu tidak melakukan apa-apa. Karena sudah merasakan enaknya mendapatkan uang dengan sangat mudah begitu jadi keterusan dan tidak bisa lepas.
Dengan memberikan uang kepada pengemis, kita secara tidak langsung turut berperan serta mengkukuhkan niat pengemis tersebut untuk tetap mengemis.
CMIIW.
“Give a beggar a dime and he’ll bless you. Give him a dollar and he’ll curse you for witholding the rest of your fortune. Poverty is a bag with a hole at the bottom”