Kamu mah ga ada alim-alimnya Riz!! Part 2

Komentar terhadap postingan sebelumnya kebanyakan “jebakan betmen” dan “click bait”. Ahhahaha, klo dibaca lagi memang kalau judul dan materinya ga nyambung sama sekali.

Sebelumnya saya mau membagikan sebuah kalimat:

“People will never change.”

Masukkan kalimat ini kedalam benak yang paling dalam. Kenapa? Dengan memahami kalimat ini kita tidak bakalan kecewa ketika seseorang tidak sesuai dengan ekspetasi yang kita harapkan.

Saya sudah pernah bercerita bagaimana saya mencoba merubah (membantu menyelesaikan masalah lebih tepatnya) orang, perlahan-lahan saya bisa mengerti dan memahami apa yang diinginkannya. Dimana semua yang saya lakukan selama “membantu” ternyata malah berkebalikan dengan keinginan mereka.

Dan kemudian saya memilih berhenti membantu.

Berhenti mencampuri apapun yang berkaitan dengan hal tersebut.

Hal yang secara fundamental bagi saya sudah salah secara fatal.

Dalam pikiran saya berharap mungkin dengan sempatnya saya membantu, dapat dijadikan bahan pertimbangan atau setidaknya dipikirkan agar menjadi lebih baik. Tapi ternyata setelah beberapa waktu saya mengerti (lagi) bahwa semua yang pernah dilakukan itu nihil, hampa.

Mereka tetap melanjutkan apa yang mengakibatkan masalah tersebut.

Seringkali juga saya menemukan keadaan “dimana ketika seseorang tertimpa masalah” cenderung akan meng-kategorikan diri mereka sebagai “korban”. Kalau sekilas dilihat kalimatnya pasti langsung mengundang simpati. Tapi sekarang coba saya lebih perjelas lagi kalimatnya, “dimana ketika seseorang tertimpa masalah yang diakibatkan oleh tingkah dan keputusan mereka sendiri”???

Kalau sekarang masih bisakah kita bersimpati seperti awal tadi ketika kalimatnya hanya memberikan sekelumit dari informasi yang ada? Sebelum lebih lanjut lagi saya mau mengutip quote dari Lelouch vi Britannia:

“The only ones who should kill, are those who are prepared to be killed.”

Orang yang akan membunuh adalah orang yang sudah siap juga untuk dibunuh. Didalam filmnya, si karakter utama mengatakan kalimat ini kepada teman baiknya, bahwa sejak dari awal dia membunuh orang, dia siap untuk dibunuh juga. Padahal niat si karakter utama ini cuma “membuat dunia yang diinginkan oleh adiknya yang buta, dimana tidak ada peperangan terjadi”.

Back to the topic.

Kalau saya analogikan dengan paragraf sebelum quote, ketika orang sudah memutuskan sesuatu, segala konsekuensi yang akan didapat dari keputusan tersebut keseluruhan menjadi tanggung jawab si orang tersebut. Mereka seharusnya sudah siap menerima segala dampak dan akibat tingkah yang mereka lakukan. Tapi ada juga yang ketika dampak yang didapat buruk, serta merta melempar kesalahan diakibatkan oleh orang lain. Mereka merasa diri mereka adalah korban.

Sekarang saya coba tanyakan, kapan seseorang dapat disebut sebagai korban?

Ketika kita sedang berkendara motor seaman mungkin, ada kendaraan lain yang ngebut dan menabrak motor kita. Kita disini menjadi korban karena ditabrak oleh orang lain, kita tidak dapat menghindari kecelakaan ini, bukan kita yang mengakibatkan pengendara yang ngebut tadi menabrak motor kita.

Ada faktor eksternal yang secara paksa mempengaruhi keadaan.

Masih ingat kalimat yang ditambahkan informasi lebih banyak tadi? Kebanyakan orang akan menganggap dirinya korban dimana ketika menjadi korban tentunya kita menginginkan perlakuan istimewa. Padahal itu bukan akibat dari faktor eksternal yang tak terduga dan datang secara tiba-tiba. Biasanya kalau sudah seperti ini, kita akan mencari kambing hitam supaya lepas dari tanggung jawab. Ini yang sering terjadi sekarang. Orang-orang meratapi sedang berada ditengah-tengah “kehidupannya yang sulit dan penuh dengan masalah”, padahal keadaannya tersebut akibat diri mereka sendiri.

Alih-alih menyelesaikan masalah-masalah yang ada untuk berusaha keluar dari kehidupannya yang sulit, lebih memilih opsi termudah, mencari penghibur diri agar dapat melupakan hal-hal yang tidak enak tadi. Dan seringkali penghibur diri ini bisa menjadi sumber malapetaka lainnya.

Sekarang bagaimana caranya agar kita dapat menerima tanggung jawab tersebut sepahit apapun itu? Untuk saya yang paling penting adalah belajar bertanggung jawab, semua yang terjadi adalah hasil dari perbuatan kita, coba perbaiki keadaan tersebut, jika masih belum membaik coba, coba dan coba terus. Dan kita harus mau menerima ketika kesalahan datang dari diri kita sendiri, terima dan coba untuk diperbaiki.

Ya tapi sekarang kebanyakan orang merasa apa yang mereka lakukan adalah benar dan orang lain yang bertentangan dengan mereka adalah salah. Ketika ditunjukkan kesalahan mereka, mereka balik mencari sesuatu untuk dapat dijadikan kambing hitam. Ini mengapa saya menyebutkan “People Never Change”, untuk berubah itu sangat susah,

Menerima SEMUA kekurangan yang ada didalam diri dan berusaha untuk menghilangkannya demi menjadi seseorang yang lebih baik.

Yeeee, masih jebakan betmen ini jadinya dah.. Wkwkwk. Untuk yang mengenai “Kamu mah ga ada alim-alimnya” tetap bakalan ditulis kok, cuma gatau di part berapa. >.<

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

%d bloggers like this: